Ekspektasi

Mengapa kita semua punya ekspektasi? Lalu apa bedanya dengan mimpi? Jika mereka adalah hal yang sama, untuk apakah ada dua kata yang berbeda? Memang, terkadang mempertanyakan apapun yang ada di dunia ini adalah hal yang menarik. Selamat Pagi.

Sebelum semuanya, saya hendak meminta maaf kepada teman-teman yang selalu bertanya kapan tulisan selanjutnya. Pertama, saya tidak menulis untuk sebuah harta. Terkadang, saya memang menulis apa yang hanya saya inginkan. Kedua, Mungkin saya belum belajar apa-apa? Atau hanya sekedar malas untuk berbagi?. Ketiga, saya sibuk main Dota. Hehe.

Kita mulai saja dengan ekspektasi. Saya sendiri pun bertanya-tanya tentang cara membedakan apa itu ekspektasi dan mimpi, karena menurut KBBI ekspektasi berarti sebuah pengharapan dan anehnya mimpi pun mengandung harapan. Tapi lebih lanjut, menurut saya ekspektasi akan hadir atas sebuah dasar masalah yang dirasakan, namun berbeda dengan mimpi yang belum tentu mengandung dasar pengalaman atas kejadian yang terjadi dan terjalani. Anehnya, kita memiliki keduanya, baik ekspektasi maupun mimpi, baik saling terkoneksi maupun sebuah hal yang berbeda variasi. Namun pada intinya, saya hanya ingin membahas tentang apa yang sangat kita inginkan di masa depan.

Ingin-i

Banyak sekali orang yang menginginkan penghargaan dari orang lain, termasuk saya. Belum lagi soal dikagumi oleh banyak orang, dan menjadi sebuah kebanggaan keluarga khususnya orang tua. Lalu apalagi? Ngomong-ngomong sebelumnya, pernahkah kita bertanya mengapa kita selalu memiliki beban moral untuk membanggakan orang tua, ketika orang tua bahkan tak punya kewajiban untuk menjadi seorang yang dibanggakan juga oleh anaknya?. Apakah ini masalah hutang budi? Tapi saya tidak pernah memilih untuk dilahirkan dan tidak mampu memilih orang tua yang bagaimana. Ah saya lupa, kita memiliki norma sosial yang bukan diciptakan tuhan, namun sering sekali dipakai untuk mensortir manusia atas surga dan neraka.

Demi mengurangi ketersinggungan yang sering terjadi karena kacamata saya yang sering kali bertentangan dengan nilai, saya hanya akan menjadikan diri saya sebagai objek. Secara tidak langsung mungkin alam bawah sadar saya juga masih terpengaruh oleh nilai dan norma yang tertancap dalam di kehidupan kita. Membanggakan orang tua, dihargai oleh orang lain, dikagumi dan hal lainnya mungkin adalah salah satu dasar saya melakukan hal-hal kecil sampai saat ini. Selain harta yang selalu dikejar walaupun tahu semua takkan berakhir, mungkin hal-hal tersebut adalah motif yang kuat untuk terus berjuang selama ini.

Ekspektasi Orang lain?

Seiring waktu berjalan, anehnya hal tersebut saya rasa memudar dari dalam diri saya. Dimulai dengan sebuah pertanyaan jika saya sudah mendapatkan semuanya; kebanggan orang tua, penghargaan dari orang lain, rasa kagum dan lain-lain. Lalu apa? Lalu mengapa? Apakah semuanya menjamin kebahagiaan? Saya rasa belum tentu. Selain itu sepertinya tersesatnya diri dari jalan yang benar menurut halayak ramai yang berpegang teguh pada nilai dan norma sepertinya adalah salah satu vatiabel penting yang membuat rasa itu memudar.

Begini, jika dulu saya berjuang mati-matian untuk dihargai oleh orang lain, bahkan sampai berusaha menjadi seseorang lain yang bahkan diri saya sendiri menolak. Ternyata sekarang saya merasakan bahwa saya tidak butuh dihargai oleh orang lain ketika diri saya tidak bahagia. Jika mereka menghargai orang yang ramah sedangkan saya tidak bahkan menikmati menjadi orang yang ramah, apakah itu yang tuhan kehendaki?. Jika orang tua saya bangga jika saya menjadi seorang arsitek apakah saya harus menjadi arsitek meskipun saya tidak menikmatinya? Apakah memang orang tua saya yang jahat? Atau hanya norma dan nilai yang salah?

Sebuah

Sampai sejauh ini kesimpulan yang saya anut adalah ternyata saya tidak butuh dihargai oleh semua orang. Saya hanya butuh dihargai oleh orang yang saya hargai. Saya ternyata tidak butuh dikagumi oleh semua orang. Hey ternyata dikagumi oleh hanya satu orang yang kita kagumi tanpa harus menjadi orang lain adalah hal yang menurut saya bahkan lipatan kali lebih indah daripadanya. Saya tidak butuh disayangi oleh semua orang, saya hanya butuh disayangi oleh orang-orang yang saya sayangi. Kita semua tidak butuh memenuhi ekspektasi orang lain terhadap diri kita sendiri, kita hanya cukup memenuhi ekspektasi kita terhadap diri kita sendiri. Standar, nilai, dan hal lainnya yang kita pelajari, mengerti, dan jalani.

Jalan ini tidak berujung teman, percayalah. Teruslah menjadi apa yang orang inginkan terhadap dirimu dan kau hanya akan bertemu dengan diri orang lain diujung jalannya.

Sekian.

4 thoughts on “Ekspektasi

  1. Samara says:

    Believe me, you have to write more frequently. We to get a lot
    more writing like this one.

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *