Mari kita bahas sesuatu yang sangat disukai oleh banyak orang, Jalan Pintas. Kita mulai dengan satu pertanyaan:

“Ini Jalan Pintas atau Jalan Sesat?”

Kesalahan sederhana yang sangat sering kita lakukan dan terus berulang adalah kita belum memahami betul kata-kata yang kita gunakan. Dimulai dari contoh sederhana; Rumah. Mari kita pikirkan apa arti rumah bagi diri kita yang sebenarnya. Terkadang kita lupa mengartikan dan sepakat dengan diri kita sendiri atas kata, sebelum mengucapnya.

Bahas

Kembali kepada bahasan Jalan Pintas. Akhir-akhir ini Jalan Pintas adalah hal yang paling sering berkeliaran dipikiran saya. Selain itu hal tersebut adalah pilihan banyak orang yang berada di tahapan umur yang sama. Masa-masa menjelang “Aku harus kerja”, “Aku harus sukses”, “Sekarang setelah lulus lalu?”, dan “Aku tidak mau pengangguran dan menjadi beban”.

Sangat lucu, ketika semua orang mengukur kesuksesan dari berapa rumah yang ia dapat cicil, seberapa terbaru gawai yang digunakan untuk melihat kehidupan fake orang-orang, seberapa banyak pujian yang didapat dari tetangga dan lainnya. Halo, perkenalkan saya adalah orang yang tidak menggunakan barometer yang anda gunakan, jadi maaf. Anda adalah orang-orang yang hanya menghabiskan oksigen untuk orang yang lebih baik tinggal di dunia ini.

Lebih lucu, ketika semua orang dengan sadarnya menginginkan cara yang paling cepat untuk menggapai hal-hal tabu dan bau tersebut. Mungkin mereka kurang busuk untuk ukurannya sehingga membutuhkan sumber bau lainnya, mungkin.

Saya tidak terlalu bermasalah ketika mendengar yang lain berkata:
“Aku harus masuk BUMN”, atau “Aku ingin kerja dengan gaji tinggi”

Tidak apa, hidup hanyalah sebuah pilihan dengan resiko yang terpasang. Hal yang saya risih untuk didengar adalah:
“Bisa palsuin Sertifikat TOEFL ga? Buat daftar BUMN nih”
“Tau Joki TPA topcer ga? Butuh banget stad”

Ketika kita semua sudah mulai terbiasa dengan hal-hal tersebut dan mulai menganggap hal itu biasa. Selamat, anda harus dibaptis ulang atau mungkin otak anda perlu dipukul dengan keras sedikit. Banyak sekali kasus seperti ini yang saya temukan, bahkan sangat dekat dari waktu yang lampau. Susah untuk dijelaskan, mari kita mulai saja dengan cerita.

Seumpama

Dikisahkan ada sebuah sekolah yang membutuhkan kecerdasan dalam berbahasa makhluk halus. Namun, karena terlalu sulit untuk mengukur kemampuan untuk berbahasa halus dengan akurat, maka dibuatlah sebuah standar yang bernama SBMH (Standar Bicara Makhluk Halus). Minimal nilai SBMH untuk masuk ke sekolah ini ada 69. Sangat sulit, bahkan makhluk halus yang sudah menggunakan bahasa ini dari lahir pun susah untuk mencapainya.

Hanya karena dengan masuk sekolah ini anda akan diakui sebagai murid yang paling berprestasi diseluruh negri. Bergengsi. Anda akhirnya memutuskan untuk menyewa orang untuk mengerjakan soal berbahasa halus. Alhasil anda lulus dalam tesnya dan diterima disekolahnya. Suatu kebanggaan yang sangat hebat. Namun tidakkah kau merasa berdosa kawan? Tidakkah kau merasa ada orang yang harusnya benar-benar membutuhkan kursi itu daripada dirimu? Yang berjuang keras lebih dari yang kau lakukan?

Tahap selanjutnya adalah anda akan jadi orang yang tidak tahu harus melakukan apa karena semua pembelajaran dilakukan dengan bahasa makhluk asing. Bukankah suatu persyaratan dibuat untuk memudahkan orang yang mendaftar? Bukanlah persyaratan tersebut memang dibuat dari hasil rapat yang panjang karena memang dibutuhkan? Oh iya saya lupa teman, orang yang mendaftar kerja kan memang jarang berpikiran sejauh itu. Kalaupun sempat berpikir jauh kesana mungkin beliau lebih memilih untuk membuat lapangan pekerjaan. Hehe

Mungkin memang generasi ini dilatih untuk seperti itu. Pantas saja, konsumsi mi instan dan racun tikus meningkat akhir-akhir ini. Terbiasa dengan hal-hal yang instan, padahal mi yang paling instan pun masih membutuhkan usaha untuk dibuat. Tidak mau usaha? Tahan saja perutmu dengan tidak bernafas. Selesai.

Mungkin

Ayolah temanku, kita semua sudah sangat indah ketika dilahirkan di dunia ini. Lalu kenapa kau mencoba memperjelek dirimu sendiri? Jika kau tidak malu, mungkin tuhanmu yang malu atas ciptaannya.

Bukan untuk menjadi benar atas semua hal, saya juga hanya bisa bacot dan menulis. Tidak semua yang saya tulis dan katakan saya lakukan. Hanya saja, kita selalu diberi pilihan dalam bertemu masalah. Satu diam dan acu, dan yang kedua adalah berusaha walaupun sekecil apapun usahanya. Saya sudah pernah memilih yang pertama, dan rasanya hampa. Salam.

2 Responses

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *