Idealisme atau Ideal is me? Gatau ah, Pusing.
Kita sering sekali mendengar kata tersebut, apalagi teman-teman yang duduk di bangku universitas. Sama, saya juga.
Tapi anehnya sampai sekarang saya belum menemukan arti yang sebenarnya dari hal tersebut, walaupun terdengar dari pembicaraan sehari-hari dengan intensitas yang tinggi. Sependek persepsi saya, saya mengartikan idealisme adalah prinsip yang kita pegang teguh dan akan terus menghidupi dan hidup bersamanya. Temanku, Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan idealisme sebagai hidup atau berusaha hidup menurut cita-cita, menurut patokan yang dianggap sempurna.
Sebagian orang yang berpegang teguh pada persepsi atas pengertian idealisme menurut mereka masing-masing, sehingga membuat segelintir orang disematkan sebagai “Orang Idealis”. Sebentar, jangan langsung kita simpulkan. Terkadang beberapa penyematan “Orang Idealis” bermakna positif, tapi terkadang juga sebaliknya.
Sulit dan panjang untuk dijabarkan. Mari berimajinasi dengan dua kondisi ini:
Idealisme Absolut
Seseorang yang hidup dengan impian untuk menjadi seorang yang hidup bebas didunia ini, bertekad untuk tidak akan bekerja dan menghamba uang pada orang lain. Beliau terus berpegang teguh kepada prinsipnya sampai pada suatu waktu beliau tersudutkan dengan kondisi hidup dengan impian namun tanpa uang, atau mengubur semua idealisme yang telah beliau bangun bahkan hidupi dalam belasan tahun. Pada akhirnya beliau hidup dengan sesederhana mungkin, dengan menjual karya-karyanya yang bahkan tidak ada sepelintir orientasi penghasilan dalam proses kreatifnya. Beliau tetap hidup, walau dengan beban sosial yang besar karena dianggap aneh oleh sosial.
Bagi sebagian orang, termasuk saya. Orang tersebut adalah orang yang beruntung, karena dapat hidup dan bertahan dengan prinsipnya walaupun membuat dunia sebagai musuh abadinya.
Idealisme Realistis
Seseorang yang hidup sebagai orang yang punya impian dan prinsip yang juga sama teguhnya. Hidup dengan mencoba untuk melawan kepahitan yang akan menerjang di masa depan. Namun ketika disudutkan pada kondisi melanjutkan idealisme atau hidup layak, beliau lebih memilih hidup dengan cara kebanyakan orang di dunia ini. Menenggelamkan impian yang dijalani belasan tahun namun seketika terhenti karena kejamnya dunia.
Bagi sebagian orang, hal tersebut adalah hal yang wajar, dan tragis dalam satu waktu. Menyianyiakan belasan tahun untuk mencoba menggapai hal yang “Ideal” menurutnya, namun memilih untuk hidup layak dan seperti orang pada umumnya. Betul, hidup harus tetap dijalani, apapun yang terjadi.
Judgement
Ini mungkin adalah kata-kata favorit saya untuk diucapkan maupun dituliskan. Tidak ada kebenaran absolut di dunia ini, yang berhak menentukan benar dan salah hanyalah Tuhan. Banyak orang yang saling menyudutkan dan menganggap dirinya punya derajat lebih tinggi dari pihak yang punya pemahaman yang berbeda atas idealisme yang mereka anut.
Mungkin Idealisme-ku seperti ini
Bingung? Sama. Idealisme adalah hal yang berkutik dan bekeliling tanpa kejelasan di otakku akhir-akhir ini. Untungnya, saya diberikan kesempatan untuk bertemu teman yang asik untuk diajak berdiskusi tentang hal apapun yang sedang kami bingungkan.
Sampai pada suatu perdebatan yang tidak ada akhirnya tentang idealisme yang disepakati untuk dianut. Tapi akhirnya kami sepakat bahwa ada satu lagi Idealisme yang harus diperhitungkan tanpa membawa keegoisan dari masing-masing idealisme yang kita ketahui.
“Lalu apakah orang tua kita bukanlah seorang yang idealis dianggapan orang yang teguh akan prinsipnya? kan mereka memilih untuk hidup layak dan mengubur jauh mimpinya demi menghidupimu dan keluargamu?”
“Apakah itu adil dan layak?
Sederhananya, saya percaya sampai sejauh ini bahwa kau tetap bisa disebut orang yang idealis mau seperti apa idealisme yang kau artikan dalam hidupmu. Sejatinya orang yang mengubur mimpinya untuk hidup layak seperti orang lain punya misi yang lebih besar yang tidak bisa kau lihat. Hal tersebut adalah membantu idealisme dan mimpimu tercapai. Tidak sampai disana, bahkan kakakmu, adikmu, dan anggota keluarga lainnya. Orang tua kita bukan mengubur mimpinya dan menyerah atas itu. Mereka hanya berada di tingkat idealisme yang lebih tinggi dari kita, yaitu membuat mimpi anak-anaknya terwujud. Satu pengorbanan, untuk tunas yang tumbuh lebih dari satu.
“Setiap Laki-Laki harus selesai dengan urusannya”
-Azmi Kautsar A.-
Appreciate the recommendation. Will try
it out.